Sabtu, 06 Juli 2013

WANITA DALAM BUDAYA JAWA



I.              PENDAHULUAN
Jawa merupakan nama yang tidak asing bagi kita, ia memiliki berbagai corak kebudayaan, bahkan wanita pun memiliki ideologi tersendiri bagi masyarakat Jawa.  Peranan wanita dalam Jawa sangat menarik untuk di kaji, dikarenakan ada istilah jawa yang menurut saya tidak pantas untuk di ikuti, yakni seorang wanita pada masa itu diperlakukan seperti “kuda tunggangan” yang selain “ditunggangi” masih ditumpangi beban lain yang berat. Selain itu wanita dianggap tidak mampu berbuat kebajikan, seperti hal-hal yang akan dibahas dalam sub bagian pembahasan.
II.           PERMASALAHAN
a.       Pengertian Wanita Dalam Budaya Jawa.
b.      Wanita Dalam Budaya Jawa.
c.       Kedudukan dan Peran Wanita.
d.      Wanita Dalam Islam.
III.        PEMBAHASAN
A.      Pengertian Wanita Dalam Budaya Jawa.
Dalam masyarakat jawa wanita sering di sebut dengan istilah wadon, wanita, estri atau putri. Istilah tersebut mempunyai pengertian tresendiri bahkan membawa konsekuensi ideologi tersendiri. Untuk mebuktikannya mari kita lihat satu-persatu uraian pengertian di atas[1]:
1.      Wadon, kata wadon berasal dari bahasa Kawi yakni “wadu”, yang secara harfiah bermakna kawula atau abdi. Istilah ini sering di artikan bahwa perempuan ditakdirkan menjadi “abdi” (pelayan) sang guru laki (suami).
2.      Wanita, kata ini wanita tersusun dari dua kata bahasa jawa yakni “wani” (berani) dan “tata” (teratur). Dalam pengertian ini wanita memiliki dua pengertian, yaitu wani ditata (berani / mau diatur) dan wani nata (berani / mau mengatur). Dalam istilah wani ditata mengandung makna bahwa perempuan harus tetap tunduk dan mau untuk diatur suami, sedangkan istilah wani nata seorang perempuan harus berani mengatur rumah tangga, mendidik anak, serta yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan biologis sang suami.
3.      Estri, kata estri lahir dari bahasa Kawi yakni “estren”, yang berarti penjurung (pendorong). Dari kata “estren” lalu terbentuklah kata hangestreni yang berarti mendorong. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seorang estri harus mampu memberi dorongan (motivasi) kepada sang suami, lebih-lebih jika sang suami dalam keadaan semangatnya melemah.
4.      Putri, yang berarti anak perempuan. Dalam tradisional Jawa, kata ini sering dikatakan sebagai singkatan putus tri perkawis (gugurnya tiga perkara), yakni seorang perempuan dalam kedudukan putri dituntut untuk menjalankan kewajibannya, baik sebagai wadon, wanita, maupun estri.
B.       Wanita Dalam Budaya Jawa.
Dalam beberapa karya sastra  Jawa lama, masalah wanita banyak dibicarakan. Misalnya dalam Kitab Clokantara, Serat Panitisastra, Serat Centhini. Adapun uraiannya dapat kita lihat di bawah ini[2]:
1.      Perempuan dalam Kitab Clokantara.
Di dalam kitab ini perempuan di sudutkan kedalam hal yang negatif, seperti:
“... tiga ikang abener lakunya ring loka/ Iwirnya/ ikang Iwah/ ikang Udwad/ ikang Janmastri/ Yeka kang telu/ wilut gatinya/ Yadin pweka nang stri hana satya budhinya/ dadi ikangtunjung tumuwuh ring cila/...”
Terjemahan bebas:
... ada tiga yang tidak benar jalannya di bumi yaitu/ sungai/ tanaman yang melata/ dan wanita/ ketiga-tiganya/ berbelit jalannya// jika ada wanita yang lurus budinya/ akan ada (bunga) tunjung tumbuh di batu/...”
Maksudanya adalah perempuan tidak mungkin atau mustahil memiliki budi yang baik dan memiliki kebajikan, sebagaimana yang digambarkan “Yadin pweka nang stri hana satya budhinya/ dadi ikang tunjung tumuwuh ring cila”.
2.      Perempuan dalam Kitab Panitisastra.
Di dalam kitab ini tidak jauh beda dengan Kitab yang pertama yakni sama-sama menilai bahwa wanita adalah sesuatu yang negatif atau yang dianggap bermoral rendah, seperti:
 .../ mangkan ngling sang parameng sastra/ ana dyah bener atine/ yen ana gagak pingul/ lawan tunjung tuwuh ing curi/ kono ana wanudya/ atine rahayu/ kalingane ing sujana/ den prayitna yen pinarak ing pawestri/ ywa kena manis ujar//
Terjemahan bebas:
“... / beginilah kata sang pijak dalam sastra:/ (akan) ada wanita lurus hatinya/ jika ada (burung) gagak (berwarna) putih/ dan (bunga) tunjung tumbuh di batu/ di situ ada wanita (yang) hatinya baik/ kata orang pintar/ hati-hatilah apabila berhadapan (dengan) wanita/ jangan terpikat oleh kata manisnya//.”
           Maksudnya adalah jikalau ada wanita yang memiliki hati yang yang bersih nan suci adalah suatu kemustahilan bagai burung gagak yang berwarna putih bermunculan di muka bumi. Sebagaimana yang digambarkan “... ana dyah bener atine/ yen ana gagak pingul...”.
3.      Perempuan dalam Kitab Serat Centhini.
Di dalam Centhini perempuan tak jauh beda dengan apa yang diterangkan oleh kedua kitab di atas, namun demikian, di sini perempuan lebih berharga dan imbang daripada kedua kitab di atas, misalnya:
“... mula ginawan sira/ ing panuduh aja kumawani/ anikel tuduhing kakung/ sapakon lakonana/ pramilane ginawan kang panunggul/ kakungmu unggul-unggulna/ miwah kalamun paparing/..
            Terjemahan bebas:
“.../ maka kamu diberi/ jari telunjuk jangan berani/ menyangkal kehendak suami/ setiap perintah laksanakan/ maka diberi panunggul/ unggul-unggulkan suamimu/ lebih-lebih kalau memberi...”
Maksudnya adalah seorang istri harus mematuhi dengan sepenuh hati, apapun yang disuruh jangan disangkal apalagi melawan suami. Sebagaimana yang digambarkan, “... kakungmu unggul-unggulna/...
Di samping itu masyarakat Jawa memberikan kita gambaran bagaimana seorang perempuan yang harus dipilih oleh suami dan bagaimana sikap seorang istri setelah sah menjadi istri sang suami.
Adapun seorang perempuan yang harus di pilih adalah berdasarkan[3]:
1.      Bobot, bahwa seorang pria perlu mengetahui asal-usul orang tua wanita tersebut.
2.      Bebet, yakni seorang wanita dilihat dari segi orang tua dalam hal materi.
3.      Bibit, sedangkan yang terakhir ini di lihat dari wanitanya itu sendiri. Dalam hal ini wanita dapat dilihat dari 21 macam golongan, yakni:
1.      Bongoh, bentuk tubuh gemuk kukuh dan memiliki rasa lila legowo (ikhlas).
2.      Sengoh, raut wajah gemuk, memiliki daya tarik, sedap dipandang, bisa membuka pesona asmara.
3.      Plongeh, roman muka dan kejapan kedua matanya menyiratkan wanita setia, ikhlas meresapkan hati, bersahaja dalam berperilaku.
4.      Ndemenakke, menyenangkan, menarik hati, tersirat dari kejap mata dan tutur kata yang meresapkan hati.
5.       Sumeh, bermuka manis, tersirat dari wajah yang mencerminkan kesabaran dan ketenangan.
6.      Manis, indah roman muka dan membuat sakit asmara bila dipandang.
7.      Merak ati, pandangan dan tutur katanya menarik hati.
8.      Jatmika, memiliki ketenangan berpikir dan mampu menggetarkan hati.
9.      Susila, tutur kata, pandangan mata, dan tingkah lakunya menyiratkan kejujuran, ikhlas dan legawa.
10.   Kewes, terampil dalam bicara, tajam sorot matanya, menarik hati dalam berbicara.
11.  Luwes, memikat hati dalam gerak tubuhnya.
12.  Gandes, tutur kata serta tiap gerak tubuhnya menggetarkan hati.
13.  Dhemes, tindak tanduknya tampak ayem, tutur katanya sopan, menarik hati.
14.  Sedhet, bertubuh sedang, seimbang antara besar dan tinggi badannya, tingkah lakunya cekatan tidak mengecawakan.
15.  Bentrok, bertubuh tinggi besar, padat berisi, tingkahnya serba sembada.
16.  Lencir, bertubuh tinggi menarik hati, padat berisi.
17.  Wire, bertubuh kecil, serba singset.
18.  Gendruk, bertubuh besar, agak kendor tapi berisi.
19.  Sarenteg, bertubuh tidak begitu tinggi dibanding dengan besarnya badan, serta berpayudara besar dan berisi.
20.  Lenjang, bertubuh agak kecil tetapi panjang, serta perilakunya kurang baik.
21.  Rangku, bertubuh besar, tetapi tidak begitu tinggi.
Meskipun demikian, sesungguhnya dalam mencari jodoh janganlah terlalu fokus kepada penggambaran-penggambaran wanita di atas. Semua itu hanya sebagai sarana tumbuhnya kecintaan seorang pria.
Sedangkan sikap seorang istri setelah sah menjadi istri sang suami adalah sebagai berikut:
1.      Gemi (hemat), maksudnya adalah seorang istri menjaga harta suami dengan baik, dan tidak digunakan dengan berlebih-lebihan.
2.      Wedi (takut), yakni seorang istri harus pasrah menyerah, dan jangan suka mencela suaminya, serta menuruti perintah suami dengan sepenuh hati.
3.      Gumati (kasih), adalah seorang istri harus menjaga  terhadap apa yang disenangi suami, baik yang ada pada diri istri maupun aksesoris dalam rumah tangga.


C.      Kedudukan dan Peran Wanita.
Diberbagai lapisan masyarakat dan diberbagai tempat muncul perbedaan pandangan tentang kedudukan wanita. Hal ini tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pandangan tersebut, seperti halnya laki-laki digambarkan dengan makhluk yang lebih kuat dibanding perempuan. Dari segi fisik laki-laki lebih kekar dan tegap sehingga dilukiskan lebih memiliki kekuatan dibanding dengan perempuan.
Pada akhirnya, gambaran kondisi fisik ini juga mempengaruhi konsep pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dikonsepkan pekerja di luar rumah (wilayah publik), sedangkan perempuan dikonsepkan pekerja di dalam rumah tangga (wilayah domestik). Konsep seprti ini sudah melekat di masyarakat khususnya di Jawa, yang kemudian terisolasi dalam masyarakat dan akhirnya dikenal dengan istilah “jender”.
Menurut George Peter Murdock dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa dalam kelompok masyarakat, laki-laki cenderung memilih pekerjaan yang “maskulin” seperti pertukangan, pertambangan, dan pengangkutan. Sementara perempuan memilih pekerjaan yang “feminim” seperti memasak, mencuci dan pekerjaan rumah tangga pada umumnya.
Wanita dalam budaya Jawa berada pada posisi di bawah laki-laki. Contohnya, dikalangan masyarakat Jawa dikenal istilah “konco wingking” (teman belakang) yang biasa disebut Istri. Hal ini menunjukan bahwa wanita tidak bisa sejajar dengan laki-laki, dan menjadikan pekerjaan seorang wanita di belakang (di dapur), karena dalam budaya Jawa wilayah kegiatan istri adalah dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani kebutuhan biologis sang suami).
Batasan wilayah kerja bagi wanita seperti itu dapat dirangkaikan sebagai tugas wanita, yaitu macak (berhias untuk menyenangkan suami), manak (melahirkan anak), dan masak (menyiapkan makanan). Hal itu menunjukkan sempitnya ruang gerak wanita dikarenakan sibuknya bekerja dalam wilayah domestik. Kondisi ini memunculkan ungkapan “swarga nunut nraka katut”, artinya kebahagiaan atau penderitaan perempuan tergantung sepenuhnya pada laki-laki.
Sejak masih kecil anak perempuan telah diajari dengan tugas domestik yang berada di wilayah sumur, dapur, dan kasur. Sambil menunggu jodoh, mereka diajari cara berdandan, memasak, dan melayani suami. Adapun masa persiapan berumah tangga dalam budaya jawa dikenal dengan istilah “pingitan”, yaitu larangan untuk keluar rumah.
Pandangan terhadap kedudukan perempuan akhirnya sedikit-demi sedikit berubah setelah R.A. Kartini memperjuangkan hak mereka untuk memperoleh pendidikan. Dikarenakan, keterbelakangan kaum perempuan disebabkan tidak adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Misalnya, pada masa R.A. Kartini yang bisa memperoleh pendidikan hanyalah anak seorang bupati atau wedana. Dalam perjuangannya untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan, mendapat dukungan dari J.H. Abendanon. Dalam suratnya yang ditulis kepada Stella Zeehandelaar tertanggal 9 Januari 1981. Dalam surat itu disebutkan:
“ Dari masa ke masa menjadi semakin jelas bahwa kemajuan para perempuan merupakan faktor penting untuk membudayakan bangsa itu. Kecerdasan Bumiputera tidak akan terjadi secara cepat, jika perempuan ketinggalan dalam bidang itu. Perempuan adalah pendukung peradaban. ”
Pendidikan yang dicita-citakan R.A. Kartini tidak hanya menyangkut kecerdasan otak, tetapi juga pembinaan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, tugas perempuan tidak hanya belajar ilmu pengetahuan, tetapi juga membina budi pekerti yang luhur.
Sejak masa Kartini, perempuan Jawa mulai melangkah ke depan. Walaupun membutuhkan proses yang panjang, perjuangan Kartini itu membuahkan hasil, diantaranya adalah makin terbukanya kesempatan perempuan untuk mengenyam pendidikan dan menyadarkan sebagian masyarakat bahwa perempuan memiliki hak untuk memperoleh pendidikan. Karena dengan bekal pendidikan itu sebagian perempuan Jawa memperoleh pekerjaan di luar rumah tangganya sehingga tugas-tugas perempuan yang semula hanya di wilayah domestik meluas ke wilayah publik.
D.      Wanita Dalam Islam.
Wanita dalam Islam mendapat tempat yang mulia, tidak seperti apa yang dituduhkan oleh sebagian masyarakat, bahwasanya Islam tidak menempatkan wanita sebagai second human di dalam tatanan kehidupan masyarakat. Kedudukan mulia kaum wanita itu di tegaskan dalam banyak hadist, di antaranya adalah :
الْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الْأُمَّهَاتِ
“ surga berada di bawah telapak kaki ibu “
Islam memberikan hak wanita yang sama dengan laki-laki untuk memberikan pengabdian yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist antara lain sebagai berikut:

Artinya: ”Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.”(Al-Mu’min : 40)
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...”(Ali Imron: 195)
إِنَ النِّسَاءَشَقَائِقُ الرِّجَالِ
“ sesungguhnya perempuan itu laksana saudara kandung laki-laki ” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan At-Turmudzi)
النَّاسُ سَوَاسِيَةٌكَأَسْنَانِ المُسْطِ
“ manusia itu sama dan setara bagai gigi sisir ”
               Ayat dan hadist di atas adalah sebuah realita pengakuan Islam terhadap hak-hak wanita secara umum dan anugerah kemuliaan dari Alloh SWT. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah mendasari penyadaran integratif tentang wanita tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataanya  prinsip-prinsip Islam tentang  wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup bahwa masih banyak manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang di anugerahkan Alloh SWT. Kepada wanita.
               Pengaruh kultur yang masih bersifat patrilineal dan kenyataan pada tingkat perbandingan proposional antara laki-laki dan wanita ditemukan bahwa laki-laki  (karena kondisi. Sosial dan budaya) memiliki kelebihan atas wanita. Yang pada gilirannya telah menafikan atau mengurangi prinsip-prinsip mulia tentang wanita yang kemudian tidak diperhatikan. Oleh karena itulah maka di tengah-tengah arus perubahan yang menggejala di berbagai belahan dunia yang pada prinsipnya menuntut kembali hak-hak sebenarnya dari wanita, maka umat Islam perlu meninjau dan mengkaji ulang anggapan-anggapan yang merendahkan wanita karena distorsi budaya, berdasarkan prinsip-prinsip kemuliaan Islam.
               Harus diakui bahwa memang ada perbedaan fungsi laki-laki dan wanita yang disebabkan oleh perbedaan kodrati.  Sementara di luar itu ada peran-peran non kodrati dalam kehidupan masyarakat yang masing-masing (laki-laki dan perempuan) harus memikul tanggung jawab bersama dan harus dilaksanakan dengan saling mendukung satu sama lain. Sebagaimana Firman Alloh SWT
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÇÐÊÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar....” (At-Taubah: 71)
     Peran domestik wanita yang hal itu merupakan kesejatian kodrat wanita seperti: sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka, hamil, melahirkan, menyusui, dan fungsi lain dalam keluarga yang memang tidak mungkin digantikan oleh laki-laki, Firman Alloh SWt:
°! ہù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ß,è=øƒs $tB âä!$t±o 4 Ü=pku `yJÏ9 âä!$t±o $ZW»tRÎ) Ü=ygtƒur `yJÏ9 âä!$t±o uqä.%!$# ÇÍÒÈ
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dia menciptakan apa yang dia kehendaki. dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang dia kehendaki,”(As-Syuuraa: 49)
Dan Islam pun telah mengatur hak dan kewajiban wanita dalam hidup berkeluarga yang harus di terima dan patuhi oleh masing-masing (suami-istri).
Akan tetapi ada peran publik wanita , di mana wanita sebagai anggota masyarakat , wanita sebagai warga negara yang mempunyai hak bernegara dan berpolitik, telah menuntut wanita harus melakukan peran sosialnya yang lebih tegas, transparan dan terlindungi.
Dalam konteks peran-peran publik menurut prinsip-prinsip Islam, wanita diperbolehkan melakukan peran tersebut dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki peran sosial dan politik tersebut.
Dengan kata lain bahwa kedudukan kedudukan wanita dalam proses bernegara telah terbuka lebar, terutama perannya dalam masyarakat majemuk ini, dengan tetap mengingat bahwa kualitas, kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas bagaimanapun harus menjadi ukuran, sekaligus tanpa melupakan fungsi kodrati wanita sebagai sebuah keniscayaan.[4]



IV.        KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwasanya wanita Jawa memiliki pengertian yang beraneka ragam, sekaligus idiologi yang berbeda. Wanita menurut budaya Jawa berada di belakang laki-laki dikarenakan dilihat dari segi fisik yang mana laki-laki berbadan kekar dan tegap, sedangkan wanita kebalikan daripada itu. Bahkan, wanita dianggap mustahil berbuat kebajikan seperti halnya lelaki. Setelah R.A. Kartini datang teori itu sedikit demi sedikit hilang , yang akhirnya terangkatlah wanita yang asalnya hanya di belakang bisa maju kedepan seperti halnya laki-laki.
Namun menurut pandangan Islam wanita tidaklah seperti apa yang dipandang oleh masyarakat Jawa dulu, melainkan wanita adalah seorang yang amat mulia bahkan tiga tingkat lebih tinggi derajatnya dibanding laki-laki, bukan hanya itu bahkan (menurut hadist) surga itu terdapat telapak kaki seorang ibu.

V.           PENUTUP
Mengakhiri makalah ini, saya menghaturkan segala puji dan keagungan kepada Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa. Dialah yang telah memberi anugerah pertolongan kepada kami. Tanpa pertolongan itu, tentu makalah ini tidak akan terwujud. Dengan rendah hati saya berdo’a kepada Alloh, mudah-mudahan Dia menjadikan jerih payah ini sebuah amal jariyah yang ikhlas, untuk dan karena-Nya semata. Dia Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua, dan dicatat sebagai pahala. Dialah sebaik-baik Penguasa dan sebaik-baik Pemberi pertolongan. Mudah-mudahan Alloh melimpahkan rahmat-salam kepada panutan alam beliaulah Muchammad S’AW, serta kepada segenap keluarga, sahabat dan para pengikut beliau hingga hari kiamat.




DAFTAR PUSTAKA
Suhandjati Surti, Sri, Ridin Sofwan. 2001. Perempuan dan Seksualitas dalam Tradisi Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Dian, Seri.1996. Kisah Dari Kampung Halaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Miri, Djamaluddin. 2005. Ahkamul Fuqoha. Surabaya: LTN NU dan Diantam.


[1] Seri Dian. Kisah Dari Kampung Halaman. Dian: Jogjakarta. Hlm. 275-277.
[2] Ibid, Hlm. 284.
[3] Suharndjati Sukri, Sri. Sofwan Ridin. Perempuan dan Seksualitas dalam Tradisi Jawa. Gama Media: Yogjakarta. Hlm. 51-53.
[4] Djamaluddin Miri, Ahkamul Fuqoha, Hlm. 624-627

3 komentar:

  1. Kami ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di HONGKONG jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKW itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan KI ANGEN DARWO dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di HONGKONG,akhirnya saya coba untuk menhubungi KI ANGEN DARWO dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan KI ANGEN DARWO meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan KI ANGEN DARWO kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik KI ANGEN DARWO sekali lagi makasih yaa KI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja KI ANGEN DARWO DI 0 8 5 3 2 5 2 9 1 9 9 9 insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW




    Kami ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di HONGKONG jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKW itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan KI ANGEN DARWO dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di HONGKONG,akhirnya saya coba untuk menhubungi KI ANGEN DARWO dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan KI ANGEN DARWO meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan KI ANGEN DARWO kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik KI ANGEN DARWO sekali lagi makasih yaa KI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja KI ANGEN DARWO DI 0 8 5 3 2 5 2 9 1 9 9 9 insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW

    BalasHapus
  2. JIKA ANDA BUTUH ANGKA RITUAL 2D 3D 4D DI JAMIN 100% JEBOL 7X PUTARAN BARTURUT TURUT JEBOL BILAH BERMINAT HUB KI DARWO DI NMR (_0_8_5_3_2_5_2_9_1_9_9_9_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB THA,SK ROO,MX SOBAT

    BalasHapus