PUASA, TAKWA DAN HIDAYAH
Oleh:
AMIM Muslim
(Achmad Mishbachul Munir Muslim)*
يَاأَيُّهَاالَّذِينَ
ءَامَنُواكُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَاكُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ( سورة البقرة اية 183)
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Q.S. Al Baqarah ayat 183).
Pada
ayat ini ditemukan dua point:
- seorang mu,min diwajibkan berpuasa. Dari isyarah “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.
- seseorang yang betul-betul menunaikan ibadah, ialah mendapatkan predikat takwa. Dari isyarah “agar kamu bertakwa”.
DEFINISI PUASA MENURUT
LINGUIS DAN KONVENSIONAL.
Kita sebagia umat Islam yang beriman
kepada Allah, adalah diwajibkan berpuasa. Oleh sebab itu, mari kita pelajari
dua definisi berikut ini:
اَلصِّياَمُ
لُغَةً اَلْاِمْساَكُ وَمِنْهُ اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْماَنِ صَوْماً اَيْ
اِمْساَكاً عَنِ الْكَلاَمِ (الصاوي ص 82 الجزء الاول)
Puasa
menurut linguis: adalah menahan secara mutlak. Dan sebagian dari contohnya,
ialah sesungguhnya saya bernadzar demi Allah yang Rachman berpuasa. Ya’ni,
menahan dari semua jenis pembicaraan. (Ash Showi hlm 82 juz awal).
وَاصْطِلاَحاً
اَلْاِمْساَكُ عَنْ شَهْوَتَيِ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ يَوْماً كاَمِلاً مِنْ
طُلُوْعِ الْفَجْرِ اِلىَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ
بِنِيَّةِ التَّقَرُّبِ اِلىَ اللَّهِ تَعاَلى (الصاوي ص 82 الجزء الاول)
Dan
menurut konvensional (tradisional): menahan dari keinginan perut serta kemaluan
sehari penuh. Ya’ni, dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan
niat mendekatkan diri kepada Allah. (Ash Showi hlm 82 juz awal).
Dua
definisi di atas pada hakikatnya, ialah yang disebut puasa, adalah penahanan
secara mutlak dari perbuatan yang berdampak negatif. Karena sesungguhnya tujuan
puasa itu, adalah zakatul jasad (membersihkan raga). Sebagaimana dijelaskan
dalam hadis riwayat Baihaqi dari Abi Hurairah berikut ini:
اَلصِّياَمُ
نِصْفُ الصَّبْرِ وَعَلىَ كُلِّ شَيْئٍ زَكاَةٌ وَزَكاَةُ الْجَسَدِ اَلصِّياَمُ
(رواه البيهقي عن ابي هريره) (الجامع الصغير ص 51 الجزء الثاني)
Puasa:
adalah setengah dari kesabaran, dan bagi segala sesuatu, ialah ada zakatnya,
sementara zakat bagi setiap jenis badan, adalah berpuasa. (H.r. Baihaqi dari
Abi Hurairah)(Al Jaami’us Shoghiir hlm 51 juz dua).
Di
dalam hadis ini, qodliyyah (proposisi) pertama, adalah menerangkan kondisi
puasa ialah setengah dari kesabaran, baik sabar di dalam menghadapi musibah,
sabar di dalam menjalankan taat, maupun sabar di dalam meninggalkan perbuatan
ma’siat.
Dan
qodliyah kedua, ialah menjelaskannya sebagai pembersih badan, baik badan yang
disebut jasmani, nafsani maupun rohani. Oleh sebab itu, ada sebagian manusia
yang berpuasa tahunan dalam menjalani riyadloh dalaa ilul khoirot (buku
kumpulan solawat karya syaikh Sulaiman Al Jazuli), dengan alasan untuk melatih
kesabaran dan berusaha membersihkan badan sehingga nafsunya menjadi baik.
Karena, watak asli nafsu, adalah jahat. Sebagaimana ditegaskan dalam komentar
As Showi berikut ini:
مِنْ
شَاْنِ النُّفُوْسِ أنَّهاَ اِذاَ شَبِعَتْ وَكَثُرَ عَلَيْهاَالْخَيْرُ
تَكَبَّرَتْ وَطَغَتْ وَبَغَتْ فَاِذاَ جاَعَتْ وَاشْـتَدَّ بِهاَ اْلاَلَمُ
ذَلَّتْ وَصَغُرَتْ وَرَجَعَتْ لِلْحَقِّ لِمَاوَرَدَ اَنَّ الله َ تَعَالىَ لَمَّا خَلِقَ
النَّفْسَ قَالَ لَهَا مَنْ اَنَا قَالَتْ لَهُ اَنْتَ اَنْتَ وَاَنَا اَنَا
فَاَلْقَاهَا فِى بَحْرِ اْلجُوْعِ فَذَلَّتْ وَقَالَتْ اَنْتَ الله ُ لاَاِلَهَ
غَيْرُكَ وَمِنْ هُنَا كَانَتْ تَرْبِيَّةُ اْلعَارِفِيْنَ نُفُوْسَهُمْ
بِاْلجُوْع ِ (الصاوي ص 61 الجزء الرابع )
Sebagian dari watak nafsu, ialah bila
ia betul-betul kenyang, dan banyak kebaikan (keuntungan) yang mengena
kepadanya, maka ia menjadi sombong, bertindak sewenang-wenang (lalim),
menyimpang dari yang hak, tetapi bila ia lapar, dan ia betul-betul merasakan
sakitnya lapar itu, maka ia menjadi rendah, merasa hina, dan kembali kepada
yang hak, sebagaimana ada dalil yang menjelaskan: Seseungguhnya Allah Ta’ala
ketika menciptakan nafsu, kemudian Dia bertanya kepadanya, Siapa Aku ? , nafsu
menjawab kepada-Nya, Kamu ya Kamu, aku ya aku, lalu Allah melemparkannya ke
dalam lautan lapar, sehingga ia (nafsu) menjadi rendah dan berkata, Engkau
adalah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Dari sinilah
keberadaan orang-orang yang ma’rifat melatih (mendidik) nafsu mereka dengan
cara mengosongkan perut (lapar). (Ash Showi hlm 61 juz 4).
Di dalam komentar As Showi ini
dijelaskan, bahwa watak asli nafsu ialah sombong, bertindak sewenang-wenang
(lalim) dan suka menyimpang dari yang hak apabila ia dalam kondisi tercukupi
semua kebutuhannya, tetapi jika ia dalam kondisi kekurangan, maka ia menjadi
rendah diri, merasa hina, dan kembali kepada yang hak. Oleh sebab itu, lahirlah
metode TARBIYATUNNUFUS (pendidikan atau manajemen nafsu) yang disebut Thoriqoh
dengan tujuan akhirnya adalah ma’rifah binnafsi (mengenal diri sendiri),
ma’rifah biddunya (mengenal dunia), ma’rifah bisysyaithon (mengenal syaitan)
dan ma’rifah billah (mengenal Allah).
Sehubungan dengan itu, perlu kita
ketahui bahwa sesungguhnya empat ma’rifat ini terimplisit di balik LAA ILAAHA
ILLALLOHU MUHAMMADUR ROSULULLOHI. Yaitu: dari isyarah LAA ILAAHA ILLALLOHU,
adalah menghasilkan konklusi MA’RIFAH BILLAHI, dan dari isyarah MUHAMMADUR
ROSULULLOHI, adalah menghasilkan natijah MA’RIFAH BINNAFSI, MA’RIFAH BIDDUNYA
dan MA’RIFAH BISY SYAITHON. Dengan alasan, Muhammad adalah seorang manusia yang
mempunyai kepribadian asli insani, serta Beliau diutus untuk mengembalikan
fithrah insaniyyah dengan manifestasi rahmatan lil alamin, yang tentunya tidak
akan lepas dari jegalan-jegalan syaitan sebagai makhluk yang disiapkan untuk
menjadi tandingannya.
Maka dari itu, yang sangat perlu kita
ketahui, adalah bagian MA’RIFAH BINNAFSI DARI BERBAGAI MACAM FAK, baik FAK
SYARI’AH (undang-undang agama yang bersifat universal), FAK THORIQOH (metode
pengamalan), FAK CHAQIIQOH (pembuktian esensial) maupun FAK HIKMAH (manfa’at
dari ketiganya) supaya kita betul-betul menjadi orang yang bertakwa. Karena,
sesungguhnya dari empat fak ma’rifat binnafsi ini yang banyak menimbulkan
khilafiyah (friksi), ialah fak thoriqoh. Sebab, metode pengamalan antara satu
sama lainnya, adalah jelas berbeda, yang eksistensi perbedaan itu, ditimbulkan
oleh keyakinan dan keniatan masing-masing salikiin (orang-orang yang suluk)
atau pemakai metode tersebut. Ya’ni, apabila seseorang suluk (berusaha
mendekatkan diri kepada tuhannya) melalui puasa atau riyadloh yang disertai
dengan bacaan-bacan tertentu, hingga pada tahapan tazkiyatiha (kebersihannya),
maka ia akan mendapatkan maziyah (kelebihan) yang kita kenal dengan sebutan
karomah (keramat gandul), dan pemakai metode ini, biasanya di lingkungan kita
menamakan dirinya sebagai orang-orang Thoriqoh dari berbagai macam aliran,
seperti Toriqoh Syadziliyah, Qodiriyah, Tijaniyah, Gozaliyah, Naqsyabndiyah,
Nahdliyyah, Ash-Shiddiqiyyh dan masih banyak nama-nama lain yang kita tidak
kenal. Sementara suhu-suhu Thoriqoh tersebut, biasanya mendapatkan gelar dari
pengikut-pengikutnya, dengan gelar Mursyid, Muqoddam, Kholifah dan
sebutan-sebutan lain yang pantas disandang oleh para TIANGLO dan LOSUHU
(pimpinan besar dan sesepuh perguruan).
Sedangkan pemakai metode pengamalan
yang lain, seperti metode meditasi, tirakat, tapa kalong, tapa brata, tapa
ngramik dan tapa-tapa lain yang kita tidak kenal namanya juga akan mendapatkan
maziyah seperti para salikiin itu, tetapi, apabila maziyah tersebut sudah
melekat pada seseorang, maka ia akan menyandang gelar dari masyarakat, dengan
sebutan Mbah Dukun, Tabib, Kesepuhan, Penggorohan, Pendekar, Dugdeng, Warok,
Orang Pintar, Penanyaan, Paranormal serta sebutan-sebutan lain yang sesuai
dengan lingkungan dan bahasanya. Jadi ringkasnya, dalam usaha mendekatkan diri
kepada Allah, kita harus mempunyai metode seperti yang telah disebutkan di
atas, sesuai dengan kapasitas masing-masnig sehingga kita betul-betul menjadi
orang yang bertakwa. Oleh sebab itu, mari kita pelajari definisi takwa, bagian
dan kriterianya seperti berikut ini:
DEFINISI
TAKWA, BAGIAN DAN MIQDAARU QOTHI’NYA.
هُوَ
اِمْتِثاَلُ الْاَواَمِرِ وَاجْتِناَبُ النَّواَهِيْ وَهَذاَ اِشاَرَةٌ اِلىَ
تَقْوَى الْخَواَصِ وَتَحْتَهاَ تَقْوَى الْعَواَمِ وَهِيَ تَقْوَى الشِّرْكِ
وَفَوْقَهاَ تَقْوَى خَواَصِ الْخَواَصِ وَهِيَ ماَيُشْغِلُ عَنِ اللَّهِ بِهِ ِ
(الصاوي ص 7 الجزء الاول)
Takwa: adalah menjalankan semua
perintah dan menjauhi semua cegah. Kemudian perlu kita ketahui, bahwa takwa
yang seperti inilah sebagai isyarah dari takwal khowashi yang di bawahnya ialah
takwal ‘awami. Yaitu: takwasy syirki, dan di atasnya, ialah takwa khowashil
khowashi. Ya’ni, takwa semua jenis yang menyibukannya, adalah jauh dari Allah.
(Ash Showi hlm 7 juz awal).
Definisi ini dapat disimpulkan bahwa
takwa, adalah terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu:
1.
TAQWASY SYIRKI: ialah takwa orang awam.
Yaitu, ta’at yang dalam artian tidak musyrik.
2.
TAQWAL KHOWASHI: ialah takwa orang tertentu.
Yaitu, ta’at menjalankan perintah dan meninggalkan cegah.
3.
TAQWA KHOWASHIL KHOWASHI: ialah takwa orang
yang sangat tertentu. Yaitu, ta’at yang hanya karena Allah (LILLAHI).
Mengenai
miqdaarun qothi’ (kriteria) nya, ialah terimplisit di balik dua ayat berikut:
الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ (سورة البقرة اية 3)
(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (Q.S. Al Baqarah ayat 3)
وَالَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَاأُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ
هُمْ يُوقِنُونَ (سورة البقرة اية 4)
dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat (Q.S. Al Baqarah ayat 4)
Jadi kesimpulan ayat ketiga dan keempat dari surat
Al-Baqarah ini, adalah menegaskan bahwa MUTTAQIIN (orang-orang yang
bertakwa) ialah:
- ALLADZIINA YU'MINUUNA BIL GHOIBI “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghoib”.
- WAYUQIIMUUNASH SHOLAATA “yang mendirikan sholat”.
- WAMIMMAA ROZAQNAAHUM YUNFIQUUN “dan menafkahkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka”.
- WALLADZIINA YU'MINUUNA BIMAA UNZILA ILAIKA WAMAA UNZILA MIN QOBLIKA “dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu”.
- WABIL AAKHIROTIHUM YUUQINUUNA “serta mereka yakin adanya (kehidupan) akhirat”.
Ringkasnya MUTTAQIIN adalah mereka yang
beriman kepada yang ghoib, mendirikan shalat, menunaikan zakat, percaya kepada
Al-Qur'an serta kita-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya, dan yakin
adanya kehidupan akhirat yang akan datang, setelah adanya kehidupan dunia
sekarang. Demikianlah kriteria MUTTAQIIN yang statusnya akan diterangkan pada
ayat berikut:
أُولَئِكَ
عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(سورة البقرة اية 5)
Mereka
itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung (Q.S. Al Baqarah ayat 5).
Status
muttaqiin di dalam ayat ini, adalah mereka yang selalu mendapat hidayah
(petunjuk) dari Allah sehingga beruntung karena memeluk agama islam.
Sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:
فَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ
أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي
السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ(
سورة الانعام اية125)
Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.(Q.s. Al an’aam ayat 125)
Di
dalam ayat ini ditemukan tiga point berikut ini:
1.
point hidayah (petunjuk). Dari isyarah “Barangsiapa
yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam”.
2.
point dlolalah (kesesatan). Dari isyarah “Dan
barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit”.
3.
point ikhtibaroh (pemberitahuan). Dari isyarah “Begitulah
Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”.
DEFINISI HIDAYAH DAN TIGA TAHAPANNYA.
Point
pertama di dalam ayat ini adalah hidayah. Oleh sebab itu, mari kita pahami
definisi hidayah berikut:
اَلْهِدَايَةُ:
اَلدِّلاَلَةُ عَلَى مَايُوْصِلُ اِلَى اْلمَطْلُوْبِ (التعريفات ص 256)
“Hidayah adalah petunjuk akan sesuatu yang dapat menyampaikan
kepada apa yang dituntut” (At-Ta’rifat hal. 256).
Definisi ini dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk jalan untuk sampai pada
tujuan, ialah disebut hidayah. Dan hidayah tersebut menurut saya, ialah ada
tiga tahapan. Dengan dasar ayat-ayat yang akan anda baca:
وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْن ِ (سورة البلد اية 10)
“Dan kami telah menunjukan kepadanya
dua jalan (Q.s Al-Balad ayat 10).
وَكَيْفَ
تَكْفُرُوْنَ وَاَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللهِ وَفِيْكُمْ رَسُوْ لُهُ
وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللهِ فَقَدْ هُدِىَ اِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ (سورة ال عمران
اية 101)
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi
kafir padahal ayat-ayat Alloh dibacakan kepada kamu,dan Rosul-Nya pun berada
ditengah-tengah kamu ? barang siapa yang berpegang kepada (agama) Alloh maka
sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Q.s Ali ‘Imron
ayat 101).
وَالَّذِيْنَ
جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللهَ لَمَعَ
اْلمُحْسِنِيْنَ (سورة العنكبوت اية 69)
“Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) kami, benar-benar kami akan
tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Alloh benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik (Q.s Al-‘Angkabut ayat 69).
Tiga ayat yang menjelaskan tentang
hidayah itu mempunyai isyarah yang berbeda. Ya’ni:
Ayat pertama mengisyaratkan, bahwa barangsiapa mampu
membedakan mana yang haq mana yang bathil, mana maslahat mana mafsadat, mana
kebaikan mana kejahatan, maka ia adalah orang yang mendapatkan hidayah.
Ayat kedua mengiysaratkan bahwa
barangsiapa berpegang teguh dengan ajaran Al-Qur’an, maka ia adalah orang yang
mendapatkan hidayah.
Ayat ketiga mengisyaratkan bahwa
barangsiapa bersungguh-sungguh di dalam menempuh jalan Allah, maka ia adalah
orang yang mendapatkan hidayah.
Tiga isyarat dari tiga ayat di atas, ialah
dapat disimpulkan, bahwa hidayah, adalah mempunyai tiga tahapan. Yaitu:
1.
Hidayah tersebut bisa didapat, jika seseorang mau
menggunakan indranya, baik indra raga yang disebut indra jasmani, indra jiwa
yang disebut indra nafsani, maupun indra nyawa yang disebut indra rohani. Dan
Hidayah yang seperti ini, dinamakan HIDAYAH CHISSIYYAH. Dengan dasar ayat
berikut:
وَلَقَدْ
ذَرَاْ نَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِنَ اْلجِنِّ وَاْلاِنْسِ لَهُمْ قُلُوْبٌ
لاَيَفْقَهُوْنَ بِهَاوَلَهُمْ اَعْيُنٌ لاَيُبْصِرُوْنَ بِهَا وَلَهُمْ آذ َانٌ
لاَيَسْمَعُوْنَ بِهَا اُولئِكَ كَاْلاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلّ ُ اُولئِكَ هُمُ
اْلغَافِلُوْنَ (سورة الاعراف اية 179)
“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh) dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Alloh), mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah
orang-orang yang lalai (Q.s Al-A’raaf ayat 179).
Di
dalam ayat ini menyebutkan kata QULUUBUN, A’YUNUN, AADZAANUN yang semuanya itu
dari Sighot Jama’ Taksir, ialah menunjukan bahwa manusia atau jin adalah
mempunyai CHAWASSIL KHOMSI (panca indra) seperti yang telah disebutkan di atas.
2.
Hidayah itu dapat diperoleh melalui Al-Qur’an, dan
hidayah yang seperti demikian disebut HIDAYAH QUR,ANIYYAH, sebagaimana
diterangkan dalam ayat berikut :
وَيَوْمَ
نَبْعَثُ فِى كُلِّ
اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَابِكَ شَهِيْدًا عَلَى هؤُلاَءِ وَنزَّ لْنَا عَلَيْكَ
اْلكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْئٍ وَهُدًىوَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِيْنَ (سورةالنحل اية 89)
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami
bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri,
dan Kami datangkan kamu (Muchammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
(Q.s An-Nahl ayat 89).
Di dalam ayat ini Allah menjelaskan empat fungsi
diturunkannya Al-Qur’an. Yaitu:
1.
TIBYAANAN LIKULLI SYAI’IN (untuk menjelaskan segala
sesuatu).
2.
HUDAN (petunjuk).
3.
ROCHMATAN (rahmat).
4.
BUSYROO (kabar gembira).
Keempat fungsi ini diperuntukan bagi para muslimin.
Artinya, setiap muslim jika ingin menyempurnakan ke-Islamannya, maka harus
mengikuti penjelasan-penjelasan Al-Qur’an yang statusnya sebagai Hidayah
(petunjuk) serta rahmat dan kabar gembira.
3.
Hidayah dapat ditemukan melalui kesungguh-sungguhan.
Oleh sebab itu, hidayah yang seperti ini dinamakan HIDAYAH MUJAAHADAH. Dan
tahapan hidayah yang ketiga inilah sebagai susbtansial dari proses dua tahapan
hidayah sebelumnya. Kemudian jika seseorang betul-betul ingin mendapatkan
hidayah, maka ia harus menerapkan tiga metode berikut ini:
1.
Harus betul-betul bisa
memfungsikan indranya dengan sebaik mungkin, baik indra raga, indra jiwa maupun
indra nyawa.
2.
Ketiga indra itu harus diorientasikan
kepada Al-Qur’an.
3.
Dalam mengorientasikan ketiga
indra kepada Al-Qur’an tersebut harus bersungguh-sungguh.
Dengan menggunakan tiga
metode ini, kita dapat memiliki tiga hidayah tersebut, itupun jika kita mampu
memanaj kebangkitan nafsu mulhimah fujur dan nafsu ammaroh (kecerdasan
emosional negatif) menjadi nafsu mulhimah taqwa, nafsu lawwamah, nafsu
muthmainnah, nafsu rodliyah, nafsu mardliyah serta nafsu kamilah (kecerdasan
emosional positif), sehingga kita betul-betul merasakan kebahagiaan yang hakiki
dari semua yang terkandung di dalam PUASA.
Demikian sekelumit kajian tentang
PUASA menurut saya, dengan dasar Al Quran melalui pemahaman HIKMAH KAMILAH dari
aplikasi disiplin ILMU MA’AANI BAGIAN DARI ILMU BALAGHOH.
*)
Penulis adalah sebagai:
- Pengasuh Pondok Pesantren Hikmah Kamilah Desa Petunjungan. Kecamatan Bulakamba. Kabupaten Brebes. Jawa Tengah.
- Pengasuh Pangajian Istighotsah, Ta'wil Qur'an dan Dialog Islami, setiap Ahad Wage di Pondok Pesantren Hikmah Kamilah Petunjungan Bulakamba Brebes Jawa Tengah
- Pengasuh Dialog islami Radio HAKA (95.4) FM Brebes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar