Selasa, 09 Juli 2013

ASAL USUL TASAWUF


ASAL USUL TASAWUF
Oleh
RUDI HARTANTO

I.          PENDAHULUAN 
Sejak permulaan abad ke-19 sampai masa akhir-akhir ini, telah bercorak ragam pendapat para orientalis yang menaruh perhatian terhadap tasawuf, tentang asal-usul dan sumber tasawuf.
Generasi pertama para orientalis cenderung merujukkan tasawuf pada satu sumber, sementara pada generasi terakhirnya cenderung menolak gagasan sumber yang hanya satu itu. Hal ini telah diungkapkan oleh R. A. Nicholson dalam karyanya, The Mystics of Islam.
Asal usul tasawuf ini bersumber dari Budha atau Hindu, mereka lupa bahwa mengalirnya pengaruh India terhadap kebudayaan Islam terjadi pada masa yang akhir, yang benar adalah bahwa tasawuf memang masalah yang sangat kompleks. Karenanya tidak bisa dikemukakan suatu jawaban yang sederhana terhadap pertanyaan mengenai asal usulnya.

II.          PERMASALAHAN
Di dalam makalah ini ada beberapa permasalahan diantaranya :
1)      Sumber-sumber normative (Al-Qur'an dan hadits)
2)      Unsur-unsur eksternal (sosial, budaya dan politik)

III.          PEMBAHASAN
1)      Sumber-Sumber Normatif
a.       Sumber Al-Qur'an
Semua tingkatan dan keadaan para sufi yang pada dasarnya merupakan obyek tasawuf, berlandaskan Al-Qur'an. Berikut ini akan dikemukakan ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan bagian tingkatan dan keadaan para sufi. Penggemblengan jiwa misalnya, dilandaskan pada firman Allah sebagai berikut :
 “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut : 69)

Dan jihad yang paling utama bagi sufi adalah jihad terhadap hawa nafsu, sebab :
 “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan” (QS. Yusuf : 53)

Makam Zuhd didasarkan pada firman Allah :
 “Dan mereka mengutamakan orang-orang muhajirin diatas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kesulitan / kesusahan”. (QS). Al-Hasyr : 9)

Tawakkal didasarkan kepada firman Allah :
 “Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan (keperluan)”. (QS. Al-Thalaq : 3)

Tentang kesabaran (shabr) didasarkan p[ada firman Allah :
 “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoannya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al-Kahfi : 28)

Malu (hafa’) didasarkan pada firman Allah :
 “Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq : 14)

Sedang cinta (hub) didasarkan kepada firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa yang murtad diantara kamu, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintainya”. (QS. Al-Maidah : 54)

Tingkatan syukur antara lain berdasarkan pada firman Allah :


“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu”

Dan masih ada banyak lainnya.
Akan terlalu panjang uraiannya seandainya semua pengertian psikis serta moral yang diungkapkan para sufi tentang tingkatan dan keadaan dicarikan rujukannya dalam Al-Qur'an. Tampak jelas bahwa dari segi pertumbuhannya, tasawuf ditimba dari sumber Al-Qur'an itu sendiri.

b.      Sumber hadits
Dasar atau sebagai sumber dari hadits terutama hadits Qudsi, yaitu suatu hadits istimewa yang diterima oleh nabi Muhammad, seakan-akan Tuhan sendiri yang bercakap dengan dia sedangkan orang Islam biasa dapatlah membedakan bunyi Al-Qur'an. Hadits biasa atau hadits Qudsi jika didengarnya sebuah hadits Qudsi itu yang sangat dipegang oleh kaum shufi ialah hadits “kuntu hanzan makhfiyyan” : adalah aku suatu perbendaharaan yang tersembunyi, maka inginlah kau supaya diketahui siapa aku, maka kujadikanlah makhluk ku, maka dengan akulah mereka mengenal aku”.
Kehidupan dan alam penuhlah dengan rahasia-rahasia tersembunyi. Demikian kata para sufi, rahasia-rahasia itu tertutup oleh dinding-dinding diantara dinding itu ialah hawa nafsu kita sendiri.
Keinginan akan hidup dan dunia, tetapi rahasia itu mungkin tersimbah dan kita dapat melihat atau merasainya, asal kita sudi menempuh jalannya. Jalan itulah yang mereka namai Thariqat.
Menurut sabda Tuhan “Dan bahwa jika mereka tetap (istiqamah) menempuh jalan itu (thariqat) sesungguhnya akan kami beri minum mereka dengan air yang melimpah-limpah” (Surat Al-Jinn ayat 16)
Sebuah hadits lagi yang sangat mereka jadikan pedoman ialah sabda Nabi “Musuhmu yang paling besar ialah dirimu sendiri, yang ada dalam badanmu”. Dengan berdasarkan hadits inilah mereka melakukan mujahadah (perjuangan batin) “haasibu qabla antuhaasabu”, (hitunglah olehmu dirimu sendiri sebelum kamu dihitung!).
Ada juga hadits lain yang mereka jadikan kebanggan dan suluh dalam hidup. Mereka merasa amat berbahagia, karena baik sangka (husnuzh-zhan) bahwa merekalah yang dituju oleh hadits itu.

2)      Unsur-Unsur Eksternal (Sosial, Budaya dan Politik)
1.      Pengaruh Hindu
Bahwasanya timbulnya tasawuf Islam adalah karena pengaruh hindu, yang dikuatkan oleh ahli-ahli penyelidik, tetapi tidak seorangpun yang dapat mengemukakan alasan adakah pertalian bangsa Arab dengan bangsa Hindustan, atau kebudayaan Arab dengan kebudayaan Hindustan, baik sebelum Nabi Muhammad lahir atau sekian masa setelah Islam tersiar kedatangannya. Agama Islam menyebut perbedaan-perbedaan diantara pokok kepercayaan Islam dengan Yahudi, Nasrani dan Musyrikin.
Ahli-ahli lain pernah mengemukakan teori tentang caranya bangsa-bangsa berfikir.[1] (Rassen Theorie) katanya Bangsa Arya dapat menerima berfikir yang tinggi meskipun teori demikian, yang timbul pada abad kesembilan belas telah dibantah oleh beberapa para ahli, namun salah satu yang dapat mereka kemukakan bahwa bangsa Arab tidak pernah terdapat persamaan berfikir dengan Brahmana atau Budha itu.
Sedangkan pada masa empat abad yang telah dilalui itu, tasawuf telah berkembang dalam masyarakat Islam dengan luas. Sebab tasawuf timbul karena pengaruh ini sulit diterima.

2.      Persia
Hubungan antara bangsa Arab dan Persia telah menjadi satu di dalam Islam. Keduanya telah berkonfrontasi memperebutkan pengaruh politik di dalam kerajaan Islam. Timbulnya tasawuf yang dibawa oleh orang Persia tidak dapat diterima begitu saja. Sebelum adanya percampuran kebudayaan atau perpaduannya diantara Arab dengan Persia kehidupan kerohanian telah ada pada zaman sahabat-sahabat ulama’ dan Tabi’in.
Bahwasanya penganjur-penganjur tsawuf yang terdiri dari orang Persia adalah ma’ruf Al-Karachi dan Abu Yazid Bustami. Ahli-ahli tasawuf memang banyak dari orang-orang Persia, tetapi ini sudah berlaku tiga atau empat abad sesudah timbulnya hidup kerohanian Islam, oleh karena itu tidak boleh dijadikan alasan untuk menjadi sumber.
Tasawuf memang besar pengaruhnya dalam kalangan kaum Persia, terutama kaum syiah, karena pengaruh politik menentang kekuasaan yang nyata. Setengah kepercayaan dari kaum syiah ialah mempercayai adanya Imam Ghoib yang ditunggu kedatangannya di dunia. Sebab mereka tidak mempercayai Imam yang hadir karena bukan dari kalangan syiah. Suatu kepercayaan yang terdapat dalam golongan tasawuf yang akhir bahwasanya Allah dahulu menjadi nur Muhammad dan dari Nur Muhammad inilah terjadi alam yang lain. Tetapi kepercayaan-kepercayaan ini tidak terdapat kehidupan zuhud dari anjuran Qur’an sedang sebelum kepercayaan-kepercayaan itu terdapat kaum yang yuhud menganjurkan hidup kerohanian dengan dasar Islam dari Qur’an dan hadits yang telah ada.

3.      Nasrani
Tasawuf timbul karena pengaruh Nasrani. Menurut pokok kepercayaan Islam yang asli, Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini adalah lanjutan dari Isa dan Musa dan keatasnya. Islampun mempercayai bahwa Isa Almasih dilahirkan dengan kehendak Allah oleh Maryam bin Imron dengan tidak mempunyai bapak, (tetapi ada juga segolongan kecil ahli-ahli fikir Islam yang menetapkan bahwa beliau berbapak).[2] Jadi perbedaan kepercayaan orang Islam dengan orang kristen kepada Nabi Isa, adalah tentang “filsafat ketuhannya” ini, dalam kalangan orang Nasaranipun terjadi perpecahan yang hebat. Bahkan pendeta Nasrani, Blachius namanya yang menentang kepercayaan itu dan menyiarkan tantangannya di Roma, Afrika Utara dan Palestina.
Dan ditetapkalah keputusan yang bulat di tahun 341, tentang ketuhanan Isa Almasih.[3] Orang Islam memandang orang-orang Nasrani dan yahudi adalah Ahlul Kitab. Meskipun terdapat berlainan kepercayaan namun Islam mengakui kedua agama itu adalah satu rumpun dengan dia yakni kepercayaah tauhid (monoteisme). Pokok tasawuf Islam bukan dari Nasrani. Tetapi dari sumber telaga Al-Qur'an, al-Hadits dan perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya menganjurkan sangat membenci dunia yang ada dalam tasawuf dan kerohanian Islam adalah dari Al-Qur'an, banyak ayat Qur’an yang memperingatkan agar orang tidak terperdaya oleh duniawi.
Ketahuilah olehmu bahwasanya dunia itu tidaklah lain hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu, dan bersebanyak-banyak harta dan keturunan, laksana hujan yang menakjubkan orang yang kafir karena menyuburkan tanamannya. Kemudian datanglah badai. Demi menguninglah kembali tanaman (hidup) itu, akhirnya menjadi bagus. Dan diakhirat adalah siksa yang pedih, dan ampunan Tuhan Allah dan ridhanya, dan tidaklah ada kehidupan dunia, hanyalah perhiasan yang menipu” (Q.S. Surat Al-Hadid, ayat 20)
Oleh karena itu sumber telaga tasawuf dan hidup kerohanian Islam adalah Qur’an dan Hadits. Adapun setelah luas pergaulannya memang sudah terjadi pengaruh-mempengaruhi. Bukan saja kaum Islam yang terpengaruh oleh Nasrani, tetapi Nasrani banyak pula dipengaruhi Islam. Ingatlah bagaimana besar pengaruh Filsafat keagamaan Al-Ghazali atas pendeta Thomas Aquinas walaupun Ghozali selalu ditentangnya.[4]

4.      Neo-Platonisme
Kita harus membicarakan pengaruh filsafat Yunani pada umumnya dan Neo-Platonisme pada khususnya dalam tasawuf Islam. Pengaruh faham Neo-Platanisme atau filsafat yunani ditanah Arab tempat Nabi Muhammad dilahirkan tidak tampak patokan pada zaman yang akhir ini, seorang ulama Islam yang amat kenamaan dengan berfikir bebas merdeka (progresif) yaitu Maulana Adul Kalam Azad dalam majalahnya “Kehidupan Hind” mengemukakan beberapa teori bahwasanya yang dimaksud dengan “zulkarnain” itu adalah maharaja Cyrus di Persia, dan keturunan Hakamanisy.[5]
Sejak permulaan abad ketiga dimasa khalifah al-ma’mun mulai lewat pengaruh falsafah yunani itu. Tasaufnya, m’tazilahnya, artinya kebatinan dan kecerdasan fikiran telah banyak memakai sistem Yunani. Tetapi haruslah kita ingat dan insaf, bahwa filsafat Yunani hanyalah dijadikan bahan, bukan dijadikan tujuan. Tempat mereka berdiri tetaplah filsafat sendiri dalam daerah kesilaman.[6]
Tetapi kemudian lebih jelas lagi al-Ghazali membawa pulang kembali kepada sumber keislaman yang asli atau sumber hidup kerohanian yang asli, pada abad yang kelima. Setelah beliau pelajari dengan seksama fiqhi (tingkat pertama), lalu filsafat Yunani dan lain-lain, (tingkat kedua) akhirnya beliau mendapat jalan pulang kepada hidup kerohanian kepada tasawuf, semata-mata dengan berdasar qur’an dan hadits dan kehidupan nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya yang utama. Perbuatan raksasa dari al-Ghazali ini memberikan bukti yang nyata bahwa kehidupan rohani Islam timbul dari telaganya sendiri bukan dari luar badannya.

IV.          KESIMPULAN
Asal-usul tasawuf berasal dari bangsa Hindu Budha yang dipengaruhi oleh beberapa suku bangsa yang masing-masing ada pengaruh dalam aspek kehidupan sosial maupun politik. Tetapi tak lepas dari itu tasawuf bersumber dari Al-Qur'an maupun hadits yang merupakan sumber normative dari tasawuf.

V.          PENUTUP
Demikian makalah ini kami paparkan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang konstruktif kami harapkan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Abu Al Wafa’ Al-Ghanimi Al-Taftazani, Sufi Dari Zaman Ke Zaman, Bandung, 1985.
Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, Pustaka Umum, Semarang.
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Yayasan Nurul Islam, Jakarta.






[1] Teori Ernest Renan yang terkenal, mendapat bantahan dari De Boer, J. A. C Brown dan lain-lain
[2] Al-Ustad A. Hasan dalam muqoddimah tafsir al-Furqan halaman XII menerangkan demikian : “Tuan Hamka adalah menulis dalam salah satu bukunya, bahwa saya menganggap isa berbapa. Ketika anak-anak pesantren Bangil menulis surat kepadanya, ia menjawab “Saya dengan yang demikian waktu tuan Hassan bermunazharah dengan tuan Ma’sum di rumah tuan Hassan di Bandung. “Tuan Hamka kelitu faham, Isa berbapa itu bukan pendirian saya. Diwaktu munazharah dengan tuan Ma’shum saya hanya mempertahankan pendirian Isa ada bapa. Hal mempertahankan ini, ada saya terangkan di pembela Islam No. 36 kaca 22, dan di soal jawab No. 9 kaca 49.
[3] Dr. Madkour, “Filsafat Islam”, Kairo, 1940
[4] Dr. Taufik al-Thawil, Pertentangan agama dan filsafat, Asshira’u Baina’ddian wal filsafah”, kairo 1949.
[5] Maulana Abdul Kalam Azad, Kebudayaan India, No. 1-2-1950 (Karim Bani seorang pengarang Pakistan diam di Singapura, berpendapat bahwa Zul Karnian itu ialah Nabi Muhammad).
[6] Prof. Syekh Mustafa, Abdul Raziq, Dasar-Dasar Filsafah Islam, Kairo 1944

Tidak ada komentar:

Posting Komentar